Pesona pantai Bali adalah alasan utama mengapa sebagian besar orang mengunjungi Pulau Dewata ini. Menemukan pantai di Bali bisa jadi semudah menemukan pusat perbelanjaan di kota metropolis seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Jika Anda pencinta pantai dan berencana mengunjungi pantai-pantai cantik di Bali, berikut ini adalah daftar pantai yang bisa Anda jadikan referensi.
1. Tanah Lot

Tanah Lot Bali
Tanah Lot Bali

Destinasi pantai di Bali yang pertama adalah Tanah Lot. Tempat wisata ini terletak di Desa Beraban, Tabanan dan hanya terpisah sekitar 24 km dari Pantai Kuta. Untuk rute tercepat yang bisa menghindari macet, Anda bisa berkendara melalui Jalan By Pass Tanah Lot. Keunikan tempat wisata yang satu ini adalah adanya pura yang berada di atas batu karang yang menjorok ke tengah laut. Selain itu, di dalam gua yang terletak di bawah tebing terdapat ular yang dikeramatkan. Legenda yang diyakini masyarakat lokal adalah bahwa ular tersebut merupakan jelmaan selendang Dang Hyang Niratha, keturunan Brahmana pada abad XVI.
Untuk menikmati suasana dan pemandangan di Tanah Lot, wisatawan lokal usia dewasa dikenakan biaya sebesar Rp30.000,00 per orang dan Rp15.000,00 untuk wisatawan lokal usia anak-anak. Sementara itu, wisatawan asing dikenakan biaya dua kali lipat lebih tinggi, yakni Rp30.000,00 untuk anak-anak dan Rp60.000,00 untuk dewasa. Anda dapat mengunjungi Tanah Lot mulai pukul 07.00 sampai 19.00 WITA. Selain menyaksikan langsung pura Tanah Lot yang terkenal dan ular suci di dalam gua, wisatawan juga banyak yang mendatangi pantai ini untuk menikmati matahari terbenam. Tidak sedikit wisatawan yang sudah mempersiapkan kamera untuk mengabadikan detik-detik tergelincirnya matahari di ufuk barat dari tebing. Bahkan tidak sedikit pula pasangan yang menjadikan lokasi ini sebagai latar foto prewedding.
2. Pantai Kuta    

Pantai Kuta
Pantai Kuta

Kemahsyuran tempat wisata bali yang satu ini tidak perlu diragukan. Tidak hanya turis domestik, turis internasional pun tidak asing dengan Pantai Kuta. Letaknya hanya berjarak 4,5 km dari Bandara Ngurah Rai dan 9 km dari Denpasar. Karena kawasan ini ramai, jadi jika Anda tidak bersama rombongan besar, sebaiknya Anda menggunakan sepeda motor atau berjalan kaki jika memungkinkan untuk mencapai tempat ini. Pantai ini terbuka untuk umum dan tidak ada biaya tiket masuk. Anda pun bebas mendatangi Pantai Kuta pukul berapa saja. Anda dapat berselancar, berjemur, bermain voli atau sepak bola pantai, atau melakukan kegiatan lainnya di sini.
3. Pantai Sanur    

Pantai Sanur
Pantai Sanur

Selain Tanah Lot dan Kuta, pantai di Pulau Seribu Pura lainnya yang terkenal adalah Pantai Sanur. Lokasinya berada di sebelah timur Denpasar, sehingga banyak orang yang mengejar momen matahari terbit di pantai ini. Namun karena pantai ini terbuka selama 24 jam, Anda tidak harus datang saat subuh atau pagi hari saja. Sekadar bersantai di bibir pantai pada sore hari dengan lumpia kuah kacang yang lezat pun, bukan ide buruk. Anda tidak akan dikenakan biaya apa pun untuk masuk ke Pantai Sanur selain biaya parkir. Untuk sepeda motor dan mobil masing-masing Rp5.000,00 dan Rp10.000,00. Jarak Pantai Sanur ke Bandara Ngurah Rai tidak terlalu jauh, hanya sekitar 16 km. Dari bandara, Anda dapat melalui jalan tol dengan arah ke Benoa, dilanjutkan Jalan By Pass Ngurah Rai. Setelah itu masuk ke Jalan Bet Ngadang, lalu Jalan Danau Tamblingan.
4. Pantai Padang-Padang    
Letak pantai yang satu ini memang agak jauh dari Denpasar, namun keindahannya sebanding dengan perjalanan yang ditempuh. Selain tiga pantai yang disebutkan sebelumnya, umumnya pantai-pantai di Bali lainnya lebih banyak dikunjungi wisatawan asing. Pun demikian dengan Pantai Padang-Padang yang disebut-sebut sebagai surga bagi para peselancar. Ombaknya yang cukup tinggi untuk berselancar membuat pantai yang menjadi lokasi film Eat, Pray, Love ini dipenuhi turis berbekal papan selancar. 
Pantai ini dikelola oleh masyarakat sekitar. Tiket masuknya pun sangat murah, yakni Rp5.000,00 untuk wisatawan domestik dan Rp10.000,00 untuk wisatawan asing. Biaya parkirnya sama murahnya, yakni Rp2.000,00 untuk motor dan Rp3.000,00 untuk mobil. Kendati pantai ini terbuka selama 24 jam, Anda sebaiknya tidak mengunjungi Padang-Padang selepas pukul 19.00 WITA. Alasannya tidak lain karena penerangan yang minim dari pantai menuju lokasi parkir, sehingga cukup berisiko. 
Dari tempat parkir, Anda harus menuruni anak tangga yang cukup membuat kewalahan saat dinaiki ketika pulang nanti. Lebar jalan menuju pantai pun tidak lebar, sehingga Anda harus sabar mengantre di belakang orang lain. Untuk mendapatkan lokasi terbaik, Anda harus melewati celah tebing karang. 
Lokasi pantai ini sejalur dengan Pantai Dreamland. Dari Denpasar, cari saja jalan menuju arah Garuda Wisnu Kencana. Setelah melewati GWK dan pintu masuk Dreamland, Anda akan menemukan persimpangan. Dari situ, ikuti saja jalan yang mengarah ke Labuhan Sait. Anda akan menemukan papan petunjuk dengan tulisan ‘Padang-Padang Beach-Labuhan Sait Pecatu’.
5. Pantai Pasir Putih

Pantai Pasir Putih
Pantai Pasir Putih

Memang tidak sedikit pantai berpasir putih yang ada di Bali. Sebut saja Kuta, Legian, Seminyak, dan berbagai pantai lainnya yang berada di garis pantai yang sama. Namun sayangnya, pantai-pantai tersebut terasa begitu penuh dengan orang. 
Anda dapat mencoba pergi ke Pantai Karma. Tidak banyak wisatawan yang berlalu-lalang di sini. Pantai dengan pasir putih dan air laut biru jernih ini berada di dasar tebing dan hanya dapat diakses menggunakan eskalator. Pantai eksklusif ini memang sebanding dengan harga yang harus dibayarkan, yakni Rp350.000,00. Pantai ini dapat dikunjungi mulai pukul 09.30-18.00 WITA. Letaknya sekitar 27 km dari Denpasar, namun hanya terpaut 1 km dari Pantai Dreamland.
6. Pantai Lovina    

Pantai Lovina
Pantai Lovina

Pantai ini cocok sebagai tempat untuk menikmati matahari terbit dengan latar pegunungan. Anda dapat menyewa kapal dengan kapasitas empat orang dan menyaksikan lumba-lumba liar yang berenang bebas di lautan. Akan tetapi, kemunculan lumba-lumba ini juga dipengaruhi oleh faktor alam. Tempat wisata ini berada di bagian utara Bali, sekitar 78 km dari Pelabuhan Gilimanuk. Tidak ada biaya yang dikenakan selain parkir dan menyewa kapal, seharga kurang lebih Rp500.000,00. Selain menikmati pemandangan lumba-lumba di pantai berpasir hitam ini, Anda juga bisa melakukan aktivitas menyelam.
7. Pantai Balangan    

Pantai Balangan
Pantai Balangan

Pantai eksotis dengan pasir berwarna putih ini terletak sekitar 8 km dari tempat wisata Bali wisata Garuda Wisnu Kencana dan 12 km dari Pura Uluwatu. Dari GWK, terus saja naik lurus hingga bertemu perempatan. Ambil jalan ke kanan (Jalan Pantai Balangan I), ikuti jalan hingga ujung dan petunjuk yang menyertainya. 
Warna air laut Pantai Balangan biru bersih dan ombaknya digemari oleh para peselancar. Jika ingin menyatu dengan air laut, Anda dapat berselancar atau berenang. Namun jika Anda hanya ingin menikmati dari bibir pantai pun, tak masalah. Dari kejauhan, aktivitas Bandara Ngurah Rai akan terlihat. Atau jika Anda berdiri di tebing, Anda juga bisa menyaksikan keindahan Pantai Dreamland. Selain itu, aktivitas masyarakat lokal saat membongkar hasil tangkapan ikan di pagi hari juga akan memberikan nuansa tersendiri. 
Lagi-lagi untuk menikmati keeksotisan alam di Bali, Anda hanya dikenakan biaya parkir kendaraan. Anda hanya perlu merogoh kocek Rp2.000,00 jika berkendara dengan roda dua dan Rp5.000,00 jika berkendara dengan roda empat.
8. Pantai Dreamland

Pantai Dreamland
Pantai Dreamland

Sesuai namanya yang cukup persuasif, pantai ini memang bagaikan pantai impian. Hamparan laut biru yang luas dan bersih dengan tebing-tebing yang menjulang di sekelilingnya akan memanjakan kedua mata Anda. Ditambah lagi dengan suasana yang tidak terlalu ramai, Anda akan dibuat serasa nyaris di pantai privat. Hal tersebut tidaklah salah. Pantai Dreamland memang terletak di dalam kawasan resort Pecatu yang eksklusif dan dijaga ketat. Anda dapat berkunjung ke sini mulai pukul 07.00 sampai 20.00 WITA tanpa membayar biaya masuk ke pantai. Biaya parkir yang dikenakan sebesar Rp15.000,00 untuk mobil dan Rp3.000,00 untuk motor.
9. Pantai Nusa Dua    

Pantai Nusa Dua
Pantai Nusa Dua

Pantai ini memang berada di wilayah Nusa Dua yang terkenal sebagai kawasan elite. Namun Anda tidak perlu mengkhawatirkan biaya yang harus dikeluarkan. Tanpa batasan waktu, Anda dapat menikmati suasana pantai dan tidak dipungut biaya apa pun. Ombak di Pantai Nusa Dua cenderung tenang, jadi jika Anda mengunjungi pantai ini bersama anak-anak, Anda tidak perlu khawatir. Anda dapat bersantai, berjemur, atau berenang dengan tenang. Tidak ada pedagang atau tukang pijat yang berseliweran, sehingga Anda yang menginginkan ketenangan tidak akan merasa terganggu. Tempat wisata ini memiliki akses yang mudah untuk dijangkau. Dari Kuta, Anda hanya membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit, sementara dari Jimbaran, waktu yang diperlukan lebih singkat, yakni sekitar 15 menit. Jika Anda dari bandara dan ingin langsung menuju Pantai Nusa Dua pun, waktu tempuhnya hanya sekitar 20 hingga 30 menit.
  • Bayangkan, Pantai Nusa Dua ada di halaman rumah
pantai nusa dua
Bagi penyuka pantai, kawasan Nusa Dua tentu tak boleh terlewat dari daftar kunjungan. Tak sekadar berkunjung, menghabiskan waktu beberapa malam di sini tentu bisa menjadi ide yang sempurna. Ada berbagai pilihan lokasi menginap di tepi pantai yang akan menjadikan Pantai Nusa Dua sebagai panorama indah layaknya halaman rumahmu.
Nusa Dua konon dikenal sebagai kawasan elite di Pulau Dewata. Hal ini membuat sebagian orang lebih memilih kawasan Seminyak dan Legian yang dianggap lebih ramah di kantong wisatawan. Padahal, Anda tetap bisa melakukan penghematan meskipun menginap di Nusa Dua. Cara termudahnya adalah dengan memesan paket tiket pesawat dan hotel. Pesan sekaligus, Anda bisa mendapatkan potongan hingga 20% dari Traveloka.
Sudah yakin ingin menginap di Nusa Dua? Traveloka punya deretan hotel rekomendasi yang menawarkan pemandangan memikat. Beberapa di antaranya adalah The Westin Resort Nusa Dua, Melia Bali, Nusa Dua Beach Hotel & Spa, dan Kayumanis Nusa Dua Private Villa & Spa. Keempat penginapan tersebut berjarak kurang dari 1 km dari Pantai Nusa Dua.
10. Pantai Seminyak    

Pantai Seminyak
Pantai Seminyak

Karena kondisi geografisnya yang berada di satu garis pantai dengan Pantai Kuta dan Pantai Legian, karakter yang dimiliki Pantai Seminyak pun hampir sama. Ombak cukup besar yang cocok untuk berolahraga selancar, pasirnya yang putih dan landai, serta sama-sama menyuguhkan keindahan ketika matahari terbenam. Pantai Seminyak memiliki cakupan wilayah yang luas dan berada di antara Pantai Petitenget dan Pantai Legian. Dibandingkan Kuta, kawasan Seminyak memang cenderung ditawarkan untuk golongan atas. Berbagai fasilitas penunjang liburan ada di sini: hotel, bungalow, Seminyak Square, dan lain-lain. Bahkan tidak sedikit ekspatriat yang memilih tinggal di kawasan ini. Anda tidak dikenai tiket masuk dan tidak ada batasan waktu untuk mengunjungi Pantai Seminyak. Anda hanya perlu merogoh kocek untuk retribusi parkir sekitar Rp2.000,00-Rp5.000,00.
11. Pantai Tuban    

Pantai Tuban Bali
Pantai Tuban Bali

Jika Anda baru datang dari Bandara Ngurah Rai dan ingin segera melihat pantai, Pantai Tuban bisa jadi solusinya. Keadaan di Pantai Tuban tidak seramai di Pantai Kuta. Setelah membayar Rp2.000,00 Anda bisa sepuasnya menghabiskan waktu di pantai yang juga dikenal dengan sebutan Pantai Jerman ini. Menuju lokasi ini pun tidak susah, hanya sepuluh menit dari bandara. Setelah keluar dari bandara, pergilah ke arah utara. Anda akan menemukan sebuah pertigaan, belok kanan menuju Jalan Dewi Sartika. Setelah itu Anda akan mendapati pertigaan dengan patung Holiday Inn Resort yang tidak lain merupakan Jalan Wana Segara, tempat Pantai Tuban berada.
12. Pantai Uluwatu

Pantai Uluwatu
Pantai Uluwatu

Urusan pantai, nama Kuta memang sangat mendominasi di kalangan wisatawan. Jika bukan penggemar traveling, jejeran nama pantai yang bahkan lebih indah dari Kuta pun tidak akan terdengar. Padahal, ada banyak pantai eksotis yang juga harus Anda kunjungi. Seperti pantai yang bersembunyi di kawasan Bali selatan ini, Pantai Uluwatu. Pantai ini juga dikenal dengan sebutan Blue Point, yang tak lain merupakan julukan dari turis Australia. Untuk mencapai pantai, Anda harus menuruni anak tangga yang sempit. Namun percayalah, pemandangan laut yang disajikan tidak akan mengecewakan. Anda hanya dikenakan biaya parkir sekitar Rp2.000,00-Rp5.000,00. Di pantai ini, Anda tidak akan menemukan banyak wisatawan domestik. Sebagian besar wisatawan yang datang akan berselancar atau berjemur.
13. Pantai Suluban    

Pantai Suluban
Pantai Suluban

Sebenarnya Pantai Suluban hanyalah nama lain untuk Pantai Uluwatu. Nama Suluban sendiri berasal dari bahasa Bali ‘mesulub’ yang berarti berjalan melewati sesuatu di atas kepala manusia. Hal tersebut dirasa pas untuk merepresentasikan anak tangga menuju pantai yang menjadi semacam terowongan alami karena letaknya berada di tengah-tengah dua bukit karang. 
14. Pantai Double Six    

Pantai Double Six
Pantai Double Six

Nama pantai ini diambil dari sebuah nama diskotek bernama serupa yang lokasinya berada di seberang pantai. Kegiatan yang dapat dilakukan di pantai ini sama seperti kegiatan di pantai lainnya. Hanya saja yang menarik dan menjadikan Pantai Double Six menjadi sedikit berbeda dari lainnya adalah sofa warna-warni di bawah payung yang sama warna-warninya. Tidak sedikit anak muda yang menghabiskan waktu mereka di sini untuk sekadar menikmati matahari tenggelam.
15. Pantai Amed

Pantai Amed Bali
Pantai Amed Bali

Anda hobi menyelam dan sedang berada di Bali? Berkunjunglah ke Pantai Amed untuk menyaksian keindahan pantai Bali utara. Pantai di wilayah Karangasem ini selain menawarkan kecantikan pantai ketika matahari terbit dan biota laut yang beragam, juga memiliki danau yang dapat digunakan bagi pemula yang ingin belajar menyelam. Anda hanya perlu membayar jasa parkir saat berkunjung ke pantai ini. Di Desa Jemeluk, dekat dari Pantai Amed, peyelam dapat melihat terumbu karang yang sangat indah, berikut penyu, pari, hingga hiu karang. Di samping itu, sekitar sepuluh meter dari bibir pantai ada kerangka kapal patroli Jepang yang karam saat Perang Dunia II. Menarik, bukan?
16. Pantai Geger    

Pantai Geger
Pantai Geger
Pantai ini disebut-sebut sebagai pantai paling nyaman di Nusa Dua. Pantai Geger berada di kawasan perhotelan elite dan mewah di Nusa Dua. Karena itulah, wajar jika penjagaannya cukup ketat. Hanya biaya parkir yang perlu Anda keluarkan. Pasir pantainya halus tanpa adanya karang-karang kecil. Garis pantainya cukup panjang, airnya jernih dan sangat tenang. Namun karena pantai ini tidak menghadap ke barat atau timur, jadi Anda tidak bisa mendapatkan momen matahai terbenam maupun terbit di sini.

17. Pantai Legian    

Pantai Legian
Pantai Legian

Kawasan Legian tidak jauh dari Kuta, bahkan berdampingan. Selain wilayahnya yang tidak terlalu ramai seperti di Kuta, sajian alam yang disajikan juga sama cantiknya dengan Pantai Kuta. Pantainya berpasir putih, ombaknya juga bagus untuk aktvitias berselancar. Di pagi atau sore hari, Anda bisa berolahraga, seperti joging. Suasana di sekitar pantai ini pun tidak jauh berbeda seperti Kuta. Ada banyak hotel dan penginapan yang dekat dengan lokasi pantai, mulai dari bintang satu sampai bintang lima. Selain itu, sepanjang Jalan Melasti hingga Jalan Arjuna juga dipenuhi art shop, pusat perbelanjaan, pub, dan sebagainya. Tidak ada batasan waktu maupun tiket masuk yang dikenakan bagi Anda yang ingin mengunjungi tempat wisata di Bali yang satu ini. Akses menuju pantai ini pun mudah dan dapat ditempuh sekitar 10-20 menit dari bandara, tergantung kondisi jalan. Dari Bandara Ngurah Rai, Anda tinggal menuju ke Jalan Dewi Sartika, masuk ke Jalan Bakung Sari, lalu Jalan Pantai Kuta.    
18. Pantai Canggu    

Pantai Canggu
Pantai Canggu

Nama Canggu tentu sudah tidak asing lagi di telinga para peselancar lokal maupun internasional. Pantai berpasir hitam ini juga pernah menjadi tempat diadakannya ajang ISC (Indonesia Sufing Championship) yang bertaraf internasional. Peserta kegiatannya pun tidak hanya diikuti peselancar lokal, tetapi juga mancanegara. Namun Canggu tidak hanya untuk mereka sang penantang ombak. Anda yang tidak berencana untuk melatih keseimbangan di atas papan selancar juga boleh menikmati Pantai Canggu. Berlari di bibir pantai atau bergeming di atas pasir pun tidak ada yang melarang.    Selain pantai, Anda dapat menikmati daya tarik lain yang diberikan pantai ini. Di seberang pesisir pantai terdapat hamparan sawah segar, lengkap dengan kehadiran burung-burung yang beterbangan di atasnya. Tentu pemandangan seperti ini tidak bisa sembarangan Anda dapatkan di pantai di Bali atau daerah lainnya. 
Sumber: https://www.traveloka.com/activities/indonesia/region/bali-102746
(Yazid/29/XI T5)

Daftar Tempat Wisata Pantai Di Pulau Bali (28,29,32,33/XI T5/kelompok 1)

Posted by : Unknown
Kamis, 05 April 2018
0 Comments

seiring berkembangannya tempat wisata di bali informasi oleh oleh khas bali dan harganya sangat banyak di cari karena setiap orang yang ingin membeli oleh oleh dari bali harus menyesuaikan uang dan berapa jumlah barang yang akan di dapat jika membelinya dalam jumlah banyak di kesempatan kali ini saya akan membahas tentang harga oleh oleh khas bali terbaru dan informasi cara pembelian dan pemesanannya.

Untuk oleh oleh sendiri pulau bali termasuk salah satu pulau yang sangat banyak mempunyai jenis jenis makanan bagaimana tidak karena setiap tahun ada jutaan wisatawan yang datang ke bali hanya untuk berlibur atau berkerja dalam waktu yang tidak terlalu panjang, oleh karena ini para pengusaha dan industri makanan termasuk oleh oleh selalu melakukan inovasi terhadap menu mereka agar tidak terkesan membosankan dan selalu menjadi daya tarik tersendiri saat pulang dari bali.

Bali akan terus berkembang karena pulau bali adalah pulau yang menjadi salah satu tujuan wisata terbaik di dunia yang menawarkan berbagai macam tempat terbaik dan hal hal menyenangkan beserta budaya adat yang sangat kental pemerintah provinsi bali sendiri telah banyak melakukan perbaikan dan menambah tempat tempat wisata yang ada di pulau ini gunanya untuk menarik lebih banyak wisatawan lokal maupun asing.
 
BERIKUT INI ADALAH 10 DAFTAR OLEH OLEH KHAS BALI TERBAIK LENGKAP DENGAN HARGANYA


  1. Pia Legong Bali
    Pia legong adalah pia yang berlokasi di Ruko Kuta Megah No. 15, Jl. By Pass Ngurah Rai, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jam buka 09.00–17.00 tersedia beberapa varian rasa untuk pia yang satu ini seperti coklat,keju,dan kacang ijo.
Pia legong adalah oleh oleh khas bali yang paling wajib anda beli karena pia ini cuman ada dan di produksi di pulau bali semua bahan bahan yang di gunakan untuk pembuatan pia ini adalah bahan bahan dengan kualitas terbaik yang ada di bali jadi anda tidak perlu khawatir dan sudah pasti terjamin halal, jika anda datang ke bali dan mengantri langsung ke tokonya anda akan melihat antrian panjang wisatawan local ataupun asing yang sangat ingin membeli pia ini hanya untuk di bawa pulang, namun sekarang sudah ada alternatif lainnya yaitu memesannya secara online ini akan memudahkan anda tanpa perlu mengantri berjam jam lamanya anda cukup membayar Rp. 150.000/box sangat murah bukan.

  1. Pie Susu Bali
    Pie susu adalah oleh oleh khas bali yang sangat enak selain harganya yang murah pie ini juga menggunakan bahan bahan berkualitas yang di ambil dan di produksi langsung di pulau bali, pie ini anda bisa temukan di sepanjang jln nangka denpasar selatan hampir di sepanjang jln semua toko menjual pie susu bali.
Anda hanya menemukan pie susu khas bali di pulau bali jika anda membelinya di luar pulau rasanya pasti akan berbeda jauh karena pie susu ini menggunakan resep rahasia yang sudah ada sejak tahun 90 an wow sangat lama bukan, untuk harganya sendiri biasanya pie susu dari bali ini di jual dengan harga Rp. 2500/pcs sangat murah dan anda bisa membelinya dalam jumlah yang cukup banyak untuk semua teman anda nantinya.

  1. Pia Tata Bali
    Pia tata sama seperti pia legong namun pia tata bali lebih banyak varian rasanya dan harga pia inipun sangat bersahabat cocok untuk anda yang memiliki dana terbatas namun masih ingin membelikan oleh oleh khas bali untuk keluarga anda di rumah harganya cuman Rp.100.000.
Pia Tata sudah terjamin halal semua bahan yang di pakai untuk membuat pia ini adalah bahan bahan terbaik dan bermutu tinggi anda bisa lihat dari kemasan pia tata ini sangat terlihat mewah dan bagus sekali ini adalah salah satu pia yang harus anda beli selain pia pia lainnya.
  1. Kacang Bali
    Kacang bali adalah kacang khas bali yang cuman ada di bali tentunya ada cukup banyak sekali produk kacang di bali mulai dari kacang original, kacang disco, kacang bumbu, kacang rempah, kacang aneka rasa, kacang oven dan rentan harga kacang kacang ini hanya Rp. 35.000/bks nya sangat murah bukan.
Tidak perlu khawatir mana kacang yang paling enak karena semua kacang di atas adalah kacang yang sudah terjamin mutunya dan sudah pasti enak dan lezat serta terjamin halal dan kabar yang paling bagus adalah semua harganya murah, anda bisa membelinya dalam jumlah yang cukup banyak agar anda terlihat gaya saat pulang dari pulau dewata bali ini.

  1. Pie Pisang Andini
    Masih asing tentunya mendengar pie pisang? hampir sama seperti pie susu namun pie yang satu ini terlihat lebih berbeda karena menggunakan bahan dasar pisang dan harganya pun cukup murah hanya Rp.35.000/kotak. Pie ini menggunakan pisang pilihan dengan kualitas terbaik dan aroma yang sangat luar biasa. Pie pisang ini tidak menggunakan bahan pengawet sedikitpun dan pie ini mampu bertahan hingga 1 minggu lebih kenapa mampu bertahan lama? karena pie ini hanya di panggang dengan suhu oven yang stabil dan di panggang secara perlahan saja.

Untuk mendapatkan pie pisang ini anda harus membeli di toko resmi atau di bandara karena pie ini masih tergolong sangat baru di pulau bali, sebuah inovasi rasa yang sangat luar biasa wajib anda coba dan di jamin anda akan ketagihan saat mencobanya beli yang banyak biar anda tidak balik ke bali lagi dan satu hal lagi sudah terjamin halal.

  1. Pia Eiji.
    Pia Eiji Si kecil Yang Menggoda adalah pia yang sangat luar biasa rasa manis dan lezat mampu membuat semua orang ketagihan harganya pun sangat murah hanya Rp.60.000/kotak, pia yang satu ini menawarkan pia dengan ukuran yang lebih kecil sehingga mampu habis dalam beberapa kali gigitan saja, walaupun kecil pia ini adalah pia yang cukup laris karena banyaknya varian rasa dan harganya yang terjangkau.
Untuk mendapatkan pia eiji ini anda bisa menemukannya di toko oleh oleh khas bali yang terdapat di kota denpasar tidak sulit untuk membelinya tapi usahakan saat anda membeli pilihlah pia dengan tanggal kadaluarsa yang masih lama agar mampu bertahan lama saat anda pulang nanti jika di simpan di dalam kulkas akan menjadi lebih lama lagi selamat mencoba.

  1. Sambal Bali
    Sambal siapa yang tidak tahu pelezat dan pelengkap makanan yang satu ini ya kini di bali sudah tersedia berbagai macam sambal oleh oleh khas dari bali yang di claim adalah terpedas di dunia karena menggunakan cabai khusus dan fresh harganya pun sangat murah mulai dari Rp.45.000/botol, Jika anda datang ke toko oleh oleh anda akan menemukan berbagai macam sambal di sana mulai dari sambal ikan, sambal matah, sambal abong, sambal udang dan berbagai macam produk olahan sambal lainnya.

Anda tidak perlu khawatir sambal ini akan menjadi cepat rusak atau tidak awet karena sambal ini di produksi dengan tehnik dan kemasan khusus agar tahan lama saat di bawa pulang nanti dan kabar baiknya sambal sambal ini terjamin halal anda tidak perlu khawatir sama sekali jangan sampai gak coba ya.

  1. Kopi Bali.
    Kopi oleh oleh khas bali adalah salah satu minuman terbaik dan terkenal di bali harganya pun sangat murah anda hanya perlu membelinya seharga Rp.65.000/bks jika anda ingin membawa pulang dan membuatnya di rumah saat anda rindu dengan indah dan pantai yang terdapat di pulau bali. Di bali sangat banyak jenis kopi yang bisa anda coba mulai dari luak hingga kopi khas bali yaitu kopi kintamani.
Aroma kopi yang satu ini sangat luar biasa oleh karena itu tidak jarang para wisatawan asing ataupun local yang ingin langsung datang ke kebun dan melihat cara dan proses pembuatan kopi kopi terbaik di pulau bali ini, kopi bisa menjadi salah satu oleh oleh khas bali terbaik yang anda coba agar semua krabat anda di rumah bisa merasakan gimana sih enak dan nikmatnya kopi dari bali itu yang sudah terjamin halal.

  1. Bali Home Spa
    Jika anda wanita atau suami yang ingin memanjakan tubuh istri anda, anda harus mencoba produk perawatan tubuh dari bali ini salah satu produk terbaik adalah bali ratih ya produk prawatan khas dari bali ini menawarkan banyak sekali manfaat untuk kulit cantik anda karena prawatan sejenis ini sangat mahal di pulau bali jika anda mengunjungi hotel atau tempat tempat spa yang ada di kota denpasar hanya dengan Rp.100.000 anda sudah bisa membawa pulang paket oleh oleh perawatan kulit ini untuk orang yang anda cintai. 
Jika suatu saat nanti anda ingin merasakan spa di pulau bali anda tidak perlu repot anda bisa melakukannya sendiri di rumah anda bahkan setiap hari tanpa memerlukan biaya yang cukup besar dan boros jadi produk ini adalah salah satu oleh oleh dari bali yang bisa anda bawa pulang dan terbukti berkualitas tinggi.

  1. Salak Bali
    Salak bali anda pasti sudah sering menemukannya di pasar pasar tradisional di kota anda karena salak bali adalah salah satu buah yang sangat enak dan terkenal bahkan di kirim ke seluruh kota di indonesia jika anda datang ke bali tidak ada salahnya untuk membelinya langsung dengan harga yang murah berbeda dengan di kota anda hanya dengan Rp.35.000 anda sudah bisa membawa pulang satu keranjang penuh sebagai oleh oleh dari bali.
Salak bali mulai banyak di tanam dan di budidayakan sebagai oleh oleh khas bali karena terbukti mampu menjadi salah satu buah tangan yang bisa bersaing dengan produk makanan lainnya dan tentunya salak salak ini terjamin halal karena di tanam dan di rawat oleh petani salak ahli yang ada di bali jadi kualitasnnya sudah tidak perlu di ragukan lagi.


Di atas sudah di ulas dengan baik beberapa oleh oleh khas bali yang halal dan aman untuk di bawa pulang serta di bagikan kepada orang orang yang anda sayangi tidak perlu mahal hanya untuk membawa buah tangan saat pulang agar orang orang yang anda cintai mampu tersenyum dan menanti kedatangan anda saat pulang berlibur dari pulau bali.

Seiring perkembangan zaman pulau bali sendiri sudah banyak berubah karena banyaknya wisatawan lokal dan asing yang datang ke bali beranggapan bahwa di bali sangat susah untuk menemukan makanan halal sama seperti di tampat asal mereka, padahal di bali hampir semua makanan dan restoran sudah memiliki label dan sartifikat halal dari MUI yang sudah terjamin ke asliannya.

Jadi anda sudah tidak perlu merasa takut atau mendengar omongan orang kalo di bali itu susah menemukan makanan dan harus membawanya sendiri dari rumah, jadi selamat berlibur di pulau bali yang indah ini semuanya bisa anda atur sesuai dengan kebutuhan liburan anda karena penduduk bali sangat ramah dan murah senyum.

Sumber: http://www.pulaubaliku.com/2016/11/10-daftar-oleh-oleh-khas-bali-yang-halal-dan-harganya.html

(Yazid/29/XI TKJ5)


10 Daftar Oleh-Oleh Khas Bali Yang Harus Kamu Beli Jika Berkunjung Ke Bali (29/XI T5)

Posted by : Unknown
Rabu, 04 April 2018
0 Comments
Toturial cara pemakaian 

Monect PC Remote


1. download monect pc remote di google store untuk hp dan download monect pc receiver untuk pc
2.instal lalu buka aplikasinya(untuk pc)
3. buka aplikasi mocect pc remote di hp dan di pc

4.klik pilihan qrbarcode di pc
4. scan melalui hp/bisa juga masuk dengan memasukkan ip address pc 

5. tampilan hp pun berubah dan di pc terdapat keterangan tentang hp yang sudah terkonek

6.lalu kita bisa mengendalikan pc kita dengan hp, bahkan hp kita bisa menjadi stick controller untuk game yang kita mainkan melalui pc






















7. kita bisa mensetting monect pc receiver kita supaya tidak sembarang hp yang bisa mengendalikan pcnya(bbisa diberi password,dll)

8.selamat mencoba :D

22/XT1

Toturial cara pemakaian Monect PC Remote (22/XT1)

Posted by : Unknown
Senin, 30 Januari 2017
0 Comments

THE HISTORY OF OTAKU


height chart comparing three japanese anime robots

Before answering that, it's important to understand the history of otaku. When researching the word and subculture, one thing becomes clear: the meaning of "otaku" is riddled with ambiguities. Its definition depends on who's defining it. Media and cultural trends have shaped the term's popular perception over time.
To understand otaku, we have to understand where it came from and how it evolved.

AN ALTERNATIVE TO REALITY

Before the word "otaku," there were people who were interested in manga and anime. Osamu Tezuka's dynamic stories and appealing characters set the wheels in motion. Astro Boy and Princess Knight added deep narratives never seen in manga before. All these and more created passionate fanbases.
During this era, disposable incomes, along with TVs and VCRs, were on the rise. This gave anime a national audience. The new medium became a marketing force throughout the 1980s with Space Battleship Yamato,Mobile Suit Gundam, and other hits.
DISENFRANCHISEMENT FURTHER FUELED ANIME'S GROWTH. THE YOUTH PROTESTS OF THE 1960S AND THE ECONOMIC BUBBLE BURST OF THE LATE 1980S WERE HARSH REALITIES.
Disenfranchisement further fueled anime's growth. The youth protests of the 1960s and the economic bubble burst of the late 1980s were difficult times. Manga and anime provided a form of escape. The overworked, underpaid, and unemployed found comfort in their fictional worlds.
I couldn't help but relate to this. Weekly episodes of anime I enjoy give me something to look forward to after a hard day's work. One point for "I'm an otaku."

THE ORIGIN OF THE WORD "OTAKU"

As the manga and anime industries grew, the fandom looked for ways to connect. The 1980s saw a boom in conventions, college clubs, and the overall consumer base. Suddenly there were social events fueled by fictional universes.
Shared interests gave these strangers common ground. But the Japanese language offered no concrete way for unacquainted fans to casually (but not too casually) refer to each other. Famed social critic and anthropologist Eiji Otsuka recalls,
The problem is that in Japan, there isn't a proper word to express you in a situation where you want to speak passionately and personally about something to… someone whose name you don't know, and to whom you haven't been introduced formally. Calling the person by the second-person pronoun anatawould sound strange as this is a word used between married couples. There is another second-person pronoun, kimi, but the relationship suggested by the term is too intimate. As a result, fans used the term otaku, which is a sort of honorific, somewhat ambiguous second-person pronoun.
Though the word "otaku" grew semi-organically, one man popularized it within the Japanese nerd crowd. Nakamori Akio, a writer critical of the developing subculture, used the term to describe convention-goers in an article for Manga Burikko magazine in 1983. The rest is history.
オタク(おたく)
GEEK; NERD; ENTHUSIAST
The boys were all either skin and bones as if borderline malnourished, or squealing piggies with faces so chubby the arms of their silver-plated eyeglasses were in danger of disappearing into the sides of their brow; all of the girls sported bobbed hair and most were overweight, their tubby, tree-like legs stuffed into long white socks. Now these unassuming classroom corner-dwellers with their perpetually downcast expressions have come out of the woodwork and swelled their ranks into a really rather surprising TEN THOUSAND PEOPLE… For whatever reason, it seems like a single umbrella term that covers these people, or the general phenomenon, hasn't been formally established. So we've decided to designate them as the "otaku," and that's what we'll be calling them from now on.
Although Nakamori's infamous name labeled the fandom, it was contained within the subculture. It took a famous crime to catapult the term "otaku" into the public consciousness. Suddenly, calling myself otaku seemed much less appealing.

THE OTAKU MURDERER


illustrated mugshot of miyazaki tsutomu

From 1988 to 1989, a man named Tsutomu Miyazaki murdered four young girls in Saitama. His crimes included cannibalism, necrophilia, and vampirism. He even went as far as to preserve body parts as trophies. But despite the bizarre nature of these killings, the media focused on one thing: he had a large collection of anime and manga.
Japanese anthropologist Eiji Otsuka recalls the incident,
News reports on Miyazaki described him not just as a serial killer, but also as an otaku, and this was what really brought the term to the public and shaped perceptions of it. The media implied that Miyazaki committed the crime because he couldn't tell the difference between reality and fiction.
But was Miyazaki a true otaku? Otsuka contends that Miyazaki's media collection lacked the focus required to earn him the otaku name. But others felt his anime filled apartment justified the label. Furthermore, his participation in fanzines and conventions warranted the media's conclusion.
True otaku or not, few sources mention Miyazaki's troubled past, nor the cannibalism, necrophilia, and mutilation that took place. To me, these disturbing details separate Miyazaki from other murder cases and suggest his mental health played a role in the crimes.
Still, the media spun the murder case into a social issue: otaku were the problem. Otaku historian Roland Kelts explains, "The Japanese media branded Miyazaki 'The Otaku Murderer' and people who had never before heard the term 'otaku' came to know its pejorative meaning very well."
THE MEDIA FRENZY SURROUNDING THE MURDERS TWISTED "OTAKU," GIVING THE TERM A DARK CONNOTATION. THE MURDER CASE BECAME A SOCIAL ISSUE, AND OTAKU WERE THE PROBLEM.
The media frenzy surrounding the murders twisted "otaku," giving the term a dark connotation. This reaction reminds me of the way Western media blamed the 1999 Columbine High School massacre on video games and industrial music, painting the "goth" subculture as sinister.
Even as the fervor over the Miyazaki case died down, otaku's negative stigma remained. To the general public, the group came to represent men who preferred an imaginary world over reality and had trouble differentiating between the two. These fanatics abandoned marriage, family, and health to invest themselves in a "valueless" hobby.

THE ANTISOCIAL MYTH

Miyazaki's lifestyle, including his dark "otaku room," antisocial tendencies, and "disturbing obsessions" came to embody the otaku stereotype. Otaku became as synonymous with hikikomori (shut-ins) as they are with anime and manga. The subculture's reliance on television, computers, and the internet fueled this antisocial mythology.
ものコミ
"THING" COMMUNICATION
This was more along the lines of my perception of "otaku." I didn't want to be part of a group stereotyped as a bunch of creepy loners. This image of the antisocial otaku is so dominant that many of my Japanese acquaintances connect the term's origin to the kanji for household (taku たく) because "otakustay at home and avoid social interactions."
But this commonly believed etymology is dead wrong. In reality, social interaction is the heart of otaku culture. Lawrence Eng writes,
Contrary to the stereotypical image of the otaku as socially isolated, anime fan communities are highly social and networked, relying on combinations of online and offline connections… Otaku knowledge requires immersion in not only information and media but also in ongoing social exchange about topics of interest.
Otaku gather as informal groups of friends, formal college clubs, on message boards, at game centers, and giant conventions. As Patrick Galbraith puts it, "Connections emerge, and spaces of interaction arise as people share the moment – as in matsuri (festivals)"
For me anime has proved the ultimate ice-breaker. Once coworkers discover we share an interest in the same anime, inhibitions fall and conversations flow. Perhaps I am more otaku than I originally thought.
AS A SUBCULTURE FUELED BY GATHERING AND SHARING INFORMATION, OTAKU DON'T SHUN INTERACTION. THEY DEPEND ON IT. AND SHARING INFORMATION IS VALUED AS MUCH AS ACQUIRING IT.
As a subculture fueled by gathering and sharing information, otaku don't shun interaction. They depend on it. And sharing information is valued as much as acquiring it. In monokomi ものコミ or "thing-communication," series' details, collectibles, and breaking news earn respect among fans.
Otaku appreciate unofficial fan activity as much as, if not more than, official productions. Cosplayers don't just meet to show off. They exchange costume tips. Teams form to create doujinshi and sell them at conventions. Internet communities share custom art, home-made figures, and fan fiction.
The ultimate embodiment of these efforts gathers twice a year at "Comic Market" or Comiket, a convention which deals in fan-made products. The enormous event draws 35,000 creative "circles" and over half a million people. At least the convention-going element of my original otaku definition proved true.
The subculture gained enough momentum to transform the city districts of Ikebukuro and Akihabara into so-called "otaku mecca," complete with social fixtures like maid cafes, game centers, live conventions, and events that contradict the antisocial image.

WHAT MAKES OTAKU EXCEPTIONAL NERDS


two otaku at a convention

Now that I've dispelled some of the negative stereotype surrounding Japanese nerd culture, we need to figure out what it means to be otaku, the true meaning behind otaku. Obviously, being social and sharing information isn't all there is to it.
But don't worry. I've narrowed "what being otaku means" down to a single word: possession.
By this, I don't necessarily mean physical possession, like figures from someone's favorite anime. What I mean is otaku take ownership of their beloved series by examining every detail. Then they take it a step beyond by creating costumes, fan fiction, music videos, figures, art, and even new series based on their favorite universes.
According to Tamaki Saitou, "Being an otaku means being able to play around a little with the works you like; if you sanctify and worship them too much, you've fallen to the level of a mere maniac or fan."
In my quest to discover my own otaku-ness, I had to ask myself, how sacred do I hold my favorite anime? Do I have what it takes to "possess" my favorite series? In other words, am I a real otaku or just a run-of-the-mill maniac?

OTAKU VS. MANIACS

Like otaku, "maniac" or maniakku マニアック dedicate themselves to a specific interest. Both subcultures focus on obsession and collecting. This has made the two words interchangeable in most people's minds. But small nuances differentiate the two.
マニアック
ENTHUSIAST
Maniac revel as spectators in their obsession. They value tangible objects that have intrinsic value. Camera maniac, for example, research and covet cutting-edge cameras, or rare antique ones. Even ordinary people can see value in various cameras. As Tamaki Saitou puts it:
Maniac have a concrete materiality. By concrete materiality I mean simply that one can pick them up in one's hands and that they can be measured. Generally speaking, maniacs compete with each other in terms of how effectively their hobbies translate into materiality.
Otaku's wide array of interests incorporate both the tangible (comics, figures, and apparel) and intangible (facts and knowledge). Both have value which may not be apparent non-otaku, particularly in the case of fan made works.

REMIX + EXCHANGE = POSSESSION

Maniac take a passive role enjoying their obsessions. But otaku are contributors and participants. They value homemade, derivative products such as fan-made comics, stories, figures, and art. These are things maniac and ordinary people would not understand. Tamaki Saitou writes,
世界観(せかいかん)
WORLD VIEW
(Otaku) know that the objects of their attachment have no material reality, that their vast knowledge has no use for other people in the world and that this useless knowledge may even… be viewed with contempt and suspicion.
Otaku take possession of what they love and make it their own. They take a fictional series' official universesekaikan 世界観せかいかん (worldview) into account. But the author's vision is not absolute. And this possession is the result of remixing the source material and contributing it to the community. Tamaki Saitou continues,
(Otaku are) not just fans, but connoisseurs, critics, and authors themselves. This blurring of the distinction between producer and consumer is another characteristic of the otaku.
OTAKU TAKE OFFICIAL SERIES CANON INTO ACCOUNT. BUT THE AUTHOR'S VISION IS NOT ABSOLUTE. REMIX AND CUSTOMIZATION ARE THE OTAKU SUBCULTURE'S SOUL.
My simplified image of otaku as hardcore fans missed the mark. I didn't know creativity built the unique foundation of otaku-dom. When I became an anime fan in the mid-nineties, the lack of merchandise inspired me to make custom t-shirts and patches for my favorite series. Unknowingly, I partook in the most otaku-centric activity there is!
Japan dubbed this phenomenon nijisousaku 二次創作にじそうさく or secondary production. This stands in stark contrast to the primary production of the actual creators and rights owners.
二次創作(にじそうさく)
DERIVATIVE WORK
Cosplay, fan fiction, fan games, music, doujinshi, and other creative activities empower otaku. They foster participation and ownership of the beloved series. Japan's plethora of hobby specific magazines cover plastic model kits, illustration, customized game systems, and cosplay. The importance of grassroots creativity proves otaku function as an "open source remix culture," a term coined by Fenchy Lunning.

HOW JAPAN ENCOURAGES CHILDREN TO BECOME OTAKU


two children playing with pokemon cards

It's no wonder derivative works play such a vital role in the otaku realm. Japanese culture encourages this type of ownership in young children. Japanese children don't just spectate, they take part. InRemix: Making Art and Commerce Thrive Lawrence Lessig writes,
Japanese media have really been at the forefront of pushing recombinant and user-driven content starting with very young children. If you consider things like Pokemon and Yu-Gi-Oh! as examples of these kinds of more fannish forms of media engagement, the base of it is very broad in Japan.
He goes on to say that while American culture teaches children to buy a product and enjoy it as is, Japanese culture encourages children to create with their products.
This is broken down into three stages:

STAGE 1: CREATIVITY ENCOURAGED

In the first stage creativity is encouraged in a preset universe with a rigid structure. For example, Pokemondoesn't just offer a cartoon or game, but an immersive universe to explore, study, and participate in. Lawrence Lessig elaborates:
Pokemon is something you do, not just something you read or watch or consume… The child assembles what they know about Pokemon from various media with the result that each child knows something his or her friends do not and thus has a chance to share this expertise with others… Every person has a personalized set of Pokemon.
Children choose which pocket monsters to catch, keep and, evolve. These choices encourage responsibility and ownership, which leads to simple remixing during the early stages of childhood development.

STAGE 2: CREATIVITY PRACTICED

In the second stage, creativity is practiced. Children use experiences from the encouragement stage to create more freely. Instead of respecting the barriers of a pre-established universe, children add their own elements or create unique universes of their own.
As a teacher in Japan I have seen this creativity in the classroom first hand. Kindergarten girls draw their own heroines. High school students try their hands at manga. Creativity is the norm rather than the exception in Japan. I wonder if the creativity I exhibited as a kid encouraged my current otaku tendencies?

STAGE 3: CREATIVITY REALIZED

In the third stage, creativity is realized when creators' production, organization, and distribution near a professional level. In fact, the former hobbyists might turn pro, making their hobby a lifelong career.
Yudetamago, two friends that began drawing manga together as children, is a remarkable example of creativity realized. The duo began winning awards for their amateur manga in junior high school. Their breakthrough series, Kinnikuman, remixed Ultraman and pro-wrestling before evolving into a unique comedy-action series. The success of Kinnikuman enabled the duo to become professional manga artists at a young age.

DERIVATIVE WORKS


doujinshi of freeza training

While some otaku fans never reach the professional level, most are content to continue creating as a hobby. Instead of creating their own worlds, narratives, or characters, they celebrate official series and share their creations with fans able to appreciate them.
Fueled by ingenuity, fans have blurred the line between official releases and derivative works. Cosplay and cosplay-photography evolved hand-in-hand, giving birth to amazing costumes and photos that outshine their professional counterparts. Customized figures molded in fan-made resin-kits can look better than official merchandise. Anime Music Videos (AMV) implement professional editing techniques to produce musical tributes that get anime fans' blood pumping.
Fan fiction is used to fill plot holes or illustrate details neglected by series creators. For example, twitter user@dragongarowLEE created a training montage (shown above) that was alluded to, but not shown in the movieDragon Ball Z: Resurrection F.
Some derivative works make up for disappointments in the official narrative. Many dissatisfied Neon Genesis Evangelion fans re-imagined their own endings for the series.
OTAKU TREAT DERIVATIVE WORKS AS SERIOUSLY AS THE "REAL" THING, BLENDING THE OFFICIAL AND UNOFFICIAL. MANY OF TODAY'S INDUSTRY GIANTS GOT THEIR START MIMICKING OR PARODYING THEIR FAVORITE SERIES.
Other times derivative works place characters in new situations or stories. These projects scratch a fan's personal itch, like the desire to see characters cast in gender bender, boys love, or hentai (erotic) situations. The famous studio Clamp took this approach, putting their own spin on the popular series Captain Tsubasa andSaint Seiya.
Culture critic Hiroki Azuma has said, "If we fail to consider the derivative works of amateurs in favor of only the commercially manufactured, projects and products, we will be unable to grasp the trends of otaku culture."
Unlike otaku, Western fans tend to worship the official narrative, known as canon or Gospel. They celebrate a deep knowledge of the series. Few fans embrace the unofficial which are brushed off as counterfeit, lesser quality, or illegal. As a result, Western culture tends to dismiss the importance of unofficial efforts.
Otaku treat derivative works as seriously as the "real" thing, blending the official and unofficial. Many of today's industry giants got their feet wet mimicking, homaging, or parodying their favorite series. If it weren't for sections dividing them, I wouldn't be able to differentiate between "real" and "fan" works at Japan's used book shops. Yet, my growing enjoyment of fan comics, fan games, and fan films adds to the growing weight of my otaku-ness.

PRE-INTERNET PIONEERS

By today's standards otaku don't appear all that special. Nerd culture has overtaken the mainstream in the West.
As a kid, I was uncool for collecting comic books. But superhero movies like The Avengers and Deadpool are cool enough to net huge, diverse audiences. Playing video games was once considered childish. But today it's a legitimate sport with competitions, sponsorships, and huge cash prizes. And YouTube channels are producingnerdy fan films and parodies left and right.
It seems otaku possession culture has finally gained a foothold in the West. But it took a lot longer than it did in Japan.
High speed internet allows for instant communication, access to information, and circulation of media. Affordable production equipment has made fan projects easier. Crowdfunding and social media has enabled Western fans to connect, finally reaching otaku levels of creativity and participation. Without these technological advances, Western nerds might still be lagging behind Japan's otaku in terms of organization and remix culture.
This is partly the fault of Western media rights holders. Even if Western fans had attempted otaku-style remix and exchange, strict copyright enforcement would have squashed it. As a result, even hardcore fans failed to reach otaku status, forced against their will to remain mere maniac, enjoying the official as spectators.
OTAKU POSSESSION CULTURE HAS FINALLY GAINED A FOOTHOLD IN THE WEST, BUT IT TOOK LONGER THAN IT DID IN JAPAN. WESTERN NERDS ARE FINALLY REACHING OTAKU LEVELS OF CREATIVITY AND REMIX.
But even if copyright barriers were absent, would the Western nerd movement have reached the same swell as Japan's otaku? Until recently, "canon" or official world-view reigned in Western nerd-dom. Fans anticipated official releases, argued about universe details, and lashed out when creators' visions didn't meet expectations. Collectors prized official comics, figures, promotional goods, and other official products. Though this is slowly changing, there still seems to be a preference for the "legitimate" over the "counterfeit."
But in Japan, otaku possession culture bloomed decades ago using grassroots distribution techniques like mailing lists, fanzines, fan circles, and conventions that overcame the era's technological limitations. Otaku respected the unofficial, the non-canon, and the independent from the very start. Western fans gained physical possession through merchandising and prided themselves on knowledge of the official universe. But their creative possession paled in comparison to Japan's otaku.

OTAKU'S MAINSTREAM REDEMPTION


otaku shaking hands with shinzo abe

"Otaku" has come a long way. The underground greeting gained unfortunate recognition thanks to the "Otaku Murderer." But the shunned subculture worked hard to shed its stigma and has finally gained something akin to mainstream acceptance. Otaku culture launched a lucrative industry that's spread across the globe. Worldwide appreciation and respect has given anime an air of legitimacy and otaku culture has won respect from surprising sources.
Comical, heartfelt spins on the otaku motif, like the popular dramaDensha Otoko, depicts Japanese nerds as kind and hardworking people. It moved away from critical animalization and allowed outsiders to empathize with the shunned and misunderstood subculture.
More recently, the Japanese government harnessed otaku culture as a form of international "soft power." The government's official Cool Japan program encourages the spread of anime fandom abroad, hoping to aid Japan's international popularity and promote tourism.
Moreover, official government programs are helping anime culture flourish in Japan. In an attempt to encourage domestic anime production, the Japanese government created the Young Animator Training Project, funding animation ventures by up and coming artists.
With so much support from the government and the general public, it's easy for me to feel comfortable calling myself otaku. After all, it may get me a chance to meet the Prime Minister!

SAY IT LOUD, "I'M OTAKU AND PROUD"

Though I don't go for cat ears, have never attended a convention, and love basking in sunlight, the next time someone asks "Are you otaku?" I will answer, "Yes!" without hesitation.
I made orange Dragon Ball shirts with fabric paint long before they appeared in stores. I sought out dingy basements in Chinatown to purchase grainy Ghibli VHS tapes. My life has been enriched by a wealth of otaku activities. I and many other Western nerds were otaku before we knew the term existed. We just lacked the wherewithal to gather and create to the same degree our Japanese counterparts have been for decades.
But judging from the mainstream popularity of nerd culture and increasing prevalence of fan participation, the global otaku trend is growing. Nerds the world over are beginning to remix and possess their fandom like otaku. Whether it's superhero comics or fantasy football, there's certainly something you're a nerd about. And if you "possess" your nerdery through remix or exchange, then welcome to the long tradition of otaku-dom.
I'm certainly an otaku. Are you?

SOURCES

  • https://www.tofugu.com/japan/otaku-meaning/

Otaku Definition

Posted by : Unknown
Senin, 22 Agustus 2016
0 Comments

- Copyright © All About Everything - Powered by Blogger